SUKOHARJO – Petani di Kabupaten Sukoharjo mulai menerapkan “digital farming” atau pertanian digital. Program tersebut merupakan hasil kerjasama dengan Kantor Perwakilan BI Solo. Percontohan pertanian digital dilakukan oleh KUB Kepodang Topo Desa Majasto, Kecamatan Tawangsari yang melakukan panen raya bersama Bupati, Etik Suryani, Rabu (7/6/2023).
Bupati Sukoharjo, Etik Suryani menyampaikan Kabupaten Sukoharjo senantiasa mendorong petani yang modern. Untuk itu, modernisasi teknologi pertanian dianggap perlu seperti memulai konsep “digital farming” yang digadang-gadang membawa banyak keuntungan bagi petani.
“Penggunaan digital farming bagi petani ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam mengelola biaya produksi serta meminimalisasi resiko gagal panen akibat perubahan iklim dan serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan, sehingga keuntungan yang diterima petani akan meningkat,” terangnya
Menurutnya, pertanian digital atau dikenal dengan istilah pertanian pintar atau pertanian elektronik merupakan metode pendampingan berbudidaya tanaman berbasis data yang dapat dianalisis secara sains dan melibatkan berbagai teknologi dalam prosesnya, termasuk pengolahan lahan, identifikasi cuaca, pemilihan benih unggul, proses penanaman, proses panen, hingga pemasaran.
“Agar digital farming ini dapat diterapkan oleh petani, maka perlu adanya sosialisasi, pelatihan dan pendampingan dari awal sampai akhir masa budidaya,” ujar Bupati.
Sedangkan Kepala Kantor Perwakilan BI Solo, Nugroho Joko Prastowo, menyampaikan bahwa BI memberikan bantuan apat digital pembaca tanah yang berfungsi untuk mengetahui secara pasti zat yang terkandung dalam tanah. Dengan alat pembaca tanah tersebut akan memudahkan petani dalam mengambil tindakan untuk mengembalikan kondisi tanah yang sesuai.
“Dengan alat pembaca tanah akan diketahui kekurangan zat yang dimiliki tanah sehingga petani bisa mengambil tindakan pemupukan yang tepat,” ujarnya.
Terkait alat digital dari BI tersebut, Joko mengaku yang penting adalah penggunaan dan treatment setelah ada rekomendasi dari alat tersebut. Dibutuhkan pendampingan bagi petani ketika akan melakukan tindakan yang tepat.
Dengan penggunaan alat digital pembaca tanah ini, Joko mengaku dapat mengurangi ongkos produksi 10% dan menaikkan produktifitas 12% sehingga benefit yang diterima oleh petani sekitar 20%. Hasil dari klaster yang telah menggunakan alat digital tersebut dapat direplikasi keluar klaster lain.
“Jadi alat digital ini memudahkan petani yang semula tradisional dengan sistem “kiro-kiro”, sekarang tidak lagi karena ada rekomendasi yang lebih scientific,” ujarnya. (*)